Dalam bisnis kelistrikan, komponen yang mendukung ketersediaan listrik sampai dapat dinikmati oleh pelanggan adalah sebagai berikut :
1. Pembangkit adalah Mesin yang memproduksi tenaga listrik. Beberapa jenis pembangkit diantaranya :
o PLTU : Pembangkit Listrik Tenaga Uap dengan bahan bakar minyak(MFO), gas alam dan batubara
o PLTG : Pembangkit Listrik Tenaga Gas dengan bahan bakar minyak(HSD) dan gas alam
o PLTGU : Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap dengan bahan bakar minyak (HSD) dan Gas alam
o PLTP : Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dengan energi primer uap panas bumi
o PLTD : Pusat Listrik Tenaga Diesel dengan energi primer Minyak (MFO atau HSD)
o PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air
o PLTMH : Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
o PLTN : Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
2. Transformator yaitu alat yang menaikkan atau menurunkan tegangan listrik
o Transformator pembangkit / tegangan tinggi
o Transormator tegangan menengah
o Transformator distribusi / tegangan rendah
3. Transmisi yaitu jaringan pengirim tenaga listrik tegangan tinggi
o SUTET : Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (500 kV)
o SUTT : Saluran Udara Tegangan Tinggi (150 kV, 70 kV)
o SKTT : Saluran Kabel Tegangan Tinggi (150 kV, 70 kV)
4. Distribusi adalah Jaringan pengirim tenaga listrik tegangan menengah / rendah
o SUTM : Saluran Udara Tegangan Menengah (20 kV)
o SKTM : Saluran Kabel Tegangan Menengah (20 kV)
o SUTR : Saluran Udara Tegangan Rendah (220 kV)
5. Konsumen
o Konsumen tegangan rendah
o Konsumen tegangan menengah
o Konsumen tegangan tinggi
Bagaimana PLTA bekerja 1 Maret 2008
Posted by mohab in Pengairan.
trackback
PLTA merubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik. Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator mengkonversi daya mekanik tersebut dari turbin ke dalam tenaga elektrik.
Jenis PLTA bermacam-macam, mulai yang berbentuk “mikro-hidro” dengan kemampuan mensupalai untuk beberapa rumah saja sampai berbentuk raksasa seperti Bendungan Karangkates yang menyediakan listrik untuk berjuta-juta orang-orang. Photo dibawah ini menunjukkan PLTA di Sungai Wisconsin, merupakan jenis PLTA menengah yang mampu mensuplai listrik untuk 8.000 orang.
Komponen PLTA
PLTA yang paling konvensional mempunyai empat komponen utama sebagai berikut :
1. Bendungan, berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi jatuh air. Selain menyimpan air, bendungan juga dibangun dengan tujuan untuk menyimpan energi.
2. Turbine, gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar. Turbin air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin untuk memutar baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin merubah energi kenetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik.
3. Generator, dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-baling turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya merubah energi mekanik dari turbin menjadi energi elektrik. Generator di PLTA bekerja seperti halnya generator pembangkit listrik lainnya.
4. Jalur Transmisi, berfungsi menyalurkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-rumah dan pusat industri.
Berapa listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTA ?
Besarnya listrik yang dihasilkan PLTA tergantung dua factor sebagai berikut :
1. Berapa besar air yang jatuh. Semakin tinggi air jatuh, maka semakin besar tenaga yang dihasilkan. Biasanya, tinggi air jatuh tergantung tinggi dari suatu bendungan. Semakin tinggi suatu bendungan, semakin tinggi air jatuh maka semakin besar tanaga yang dihasilkan. Ilmuwan mengatakan bahwa tinggi jatuh air berbanding lurus dengan jarak jatuh. Dengan kata lain, air jatuh dengan jarak dua satuan maka akan menghasilkan dua satuan energi lebih banyak.
2. Jumlah air yang jatuh. Semakin banyak air yang jatuh menyebabkan turbin akan menghasilkan tenaga yang lebih banyak. Jumlah air yang tersedia tergantung kepada jumlah air yang mengalir di sungai. Semakin besar sungai akan mempunyai aliran yang lebih besar dan dapat menghasilkan energi yang banyak. Tenaga juga berbanding lurus dengan aliran sungai. Dua kali sungai lebih besar dalam mengalirkan air akan menghasilkan dua kali lebih banyak energi.
Komponen PLTU Batu Bara Diusulkan Bebas BM
Jakarta-Pemerintah kemungkinan besar akan menghapuskan bea masuk (BM) untuk komponen pendukung pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Hal itu, guna mempercepat realisasi program jangka pendek PLTU 10.000 megawatt (MW).
Meski demikian, pemerintah masih merumuskan besaran tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang akan dimanfaatkan untuk PLTU batu bara.
"Setelah menghitung dan menetapkan besaran TKDN untuk PLTU batu bara ini, selanjutnya, kami akan mengidentifikasi bahan baku dan komponen yang masih perlu diimpor karena belum dapat diproduksi di dalam negeri. Oleh karena itu, kami mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan BM itu," kata Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian Ansari Bukhari, Senin (26/2).
Berdasarkan usulan sementara, produsen yang akan menggarap proyek hingga 8 MW, tingkat komponen lokalnya harus mencapai 70 persen, PLTU skala 8 MW hingga 25 MW harus mencapai 50 persen, dan PLTU 25 MW hingga 100 MW komponen lokal 45 persen dapat ditoleransi.
Menurut Ansari, saat ini industri dalam negeri sebenarnya telah mampu memproduksi komponen utama PLTU batu bara, seperti boiler, balance of plant (BOP), peralatan elektrikal, dan rangkaian instrumentasi yang diproduksi oleh industri permesinan dan elektronik. "Namun kapasitas produksi industri dalam negeri masih sangat terbatas," imbuhnya.
Ia juga menjelaskan komponen utama lainnya, seperti turbin dan generator masih dalam tahap pengembangan dengan lisensi dari luar negeri, yang selanjutnya diprogramkan untuk manufacturing di dalam negeri. "Komponen ini yang salah satunya kami minta untuk dibebaskan bea masuk," ungkap Ansari.
Sejak crash program PLTU 10.000 MW ini dicanangkan, sejumlah industri dalam negeri langsung meresponsnya dengan membentuk konsorsium antara industri manufaktur dengan industri jasa terintegrasi (EPC) dalam mempersiapkan desain dasar PLTU untuk skala 7 MW hingga 100 MW sebagai persyaratan kualifikasi tender yang ditetapkan PT PLN. Selain harus memiliki desain dasar, PLN juga mengharuskan peserta lelang memiliki Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) sesuai UU No 18/1999 tentang Jasa Konstruksi.
Ansari mengungkapkan berdasarkan sejumlah persyaratan yang diwajikan PLN, saat ini ada tujuh perusahaan EPC yang telah lolos prakualifikasi, di antaranya PT PAL Indonesia, PT Bharata, PT Tripatra, dan PT Wijaya Karya. (moh ridwan)
Modifikasi Sistem Kontrol Under Speed Relay PLTA Maninjau
11 June 2008 – 10:51
Dalam pengoperasian PLTA Maninjau yang sudah berjalan selama hampir 2 dekade, mengalami kesulitan untuk pengadaan peralatan kontrol sehubungan dengan kemajuan teknologi dimana PLTA Maninjau boleh dikatakan mulai ditinggalkan oleh teknologi yang lebih mengutamakan sistem digital sedangkan PLTA Maninjau masih menggunakan sistem elektromekanik.
Salah satunya adalah Under Speed Relay yang masih elektromekanik, karena sistem tersebut sudah jarang bahkan mungkin tidak diproduksi lagi maka perlu dilakukan modifikasi pada bagian tertentu terutama pada bagian yang sulit didapatkan di pasaran umum agar dapat dioperasikan sebagaimana mestinya.
Komponen yang digunakan tidak umum tersebut adalah Relay type NR-S2-24V tidak ada dijual di pasar umum untuk itu penulis telah melakukan modifikasi pada bagian kontrol tersebut, dimana modifikasi dilakukan dengan menggunakan komponen yang umum yaitu “Dioda Zener 24V”. Dan hal ini ternyata dapat memberikan unjuk kerja yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Dalam modifikasi pada Under Speed Relay ini biaya yang dikeluarkan hanya Rp. 300,– yang digunakan untuk pembelian satu buah Dioda Zener 24 Volt.
Under Speed Relay type KBN2-KXGP yang dipasang pada system rem unit pembangkit PLTA Maninjau bekerja secara automatis guna mengaktifkan break setelah putaran mencapai 20% atau 120 rpm, sensor putaran akan diterima oleh terminal P1 dan P2 (dengan rated voltage 20 volt) yang didapat dari PMG setelah melalui rectifier untuk diteruskan kekumparan guna menggerakkan jarum putar (moving coil) yang bergerak meninggalkan terminal kontak pada ujung kanan pada relai, pada tegangan tertentu sesuai setting maka kontak yang ada di ujung jarum putar akan menekan kontak dengan terminal tegangan pada ujung kiri dan akan mengakibatkan aktifnya relai bantu dan terminal 3 dan 4 pada relai bantu akan kontak, dan break akan bekerja menghentikan turbin yang sedang berputar, dengan dipasangnya relai yang bekerja automatis ini pada unit pembangkit adalah untuk menghindari terjadinya salah operasi yang dilakukan oleh operator yang dapat terjadi kapan saja karena jika break dikerjakan secara manual dapat saja operator mengaktifkan break pada unit yang sedang beroperasi (bukan unit yang akan distop) hal ini akan berakibat fatal, dapat berupa kerusakan pada break itu sendiri maupun kerugian akibat kehilangan beban pada saat operasi bahkan kerusakan fisik yang ditimbulkan akibat terjadinya getaran (vibrasi yang tinggi akibat unit dalam kondisi putaran tinggi langsung di rem atau break).
Dengan dipasangnya Under Speed Relay yang bekerja secara automatis ini semua kerugian akibat salah operasi oleh operator dapat dihindari.
Setelah diperiksa Under Speed Relay menggunakan komponen yang sangat rumit dimana auxiliary relai menggunakan type NR-S2-24V yang tidak pernah didapatkan di pasaran.
Dalam mengatasi kondisi tersebut maka dilakukanlah modifikasi pada rangkaian control dari pada Under Speed Relay yaitu merubah system control yang menggunakan komponen yang tidak ada dijual di pasaran diganti dengan komponen yang umum digunakan bahkan komponen elektronik yang terpasang pada relai tersebut tidak digunakan lagi dan diganti dengan komponen yang banyak digunakan pada peralatan yang bersifat umum dimana komponen yang diganti adalah auxiliary relay type NR-S2-24V tidak digunakan lagi dan sebagai pengganti untuk stabilisasi tegangan digunakan Dioda Zener 24 Volt.
Sedangkan unjuk kerja Under Speed Relay masih tetap seperti semula, tetapi tegangan kerja akan langsung menggerakkan auxiliary relay yang akan mengontakkan terminal 3 dan terminal 4 pada Under Speed Relay, sedang pada mulanya yang pertama digerakkan adalah relai bantu type NR-S2-24V setelah relai ini bekerja akan menggerakkan relai bantu selanjutnya tetapi dengan pemasangan dioda zener maka relai bantu yang bekerja akan langsung digerakkan dan terminal 3 dan terminal 4 akan langsung kontak.
Sebelum dilakukan modifikasi pada peralatan terlebih dahulu dilakukan uji coba dengan menggunakan peralatan yang masih baik yaitu unit 2, dimana sudah dilakukan penggantian peralatan dengan peralatan yang baru.
Setelah diketahui prinsip kerja dari pada peralatan yang akan di modifikasi maka diketahui bahwa modifikasi dapat dilakukan dengan hanya menggunakan komponen umum bahkan komponen yang terpasang sebelumnya harus dibuka dan tidak digunakan lagi karena memang perlatan tersebut tidak dibutuhkan dalam operasi selanjutnya.
Selama melakukan modifikasi ini semua langkah pengetesan dilakukan dengan melibatkan rekan-rekan dari pemeliharaan PLTA Maninjau, uji coba dilakukan dengan menggunakan peralatan test yang ada maupun langsung ke unit pembangkit itu sendiri dalam hal ini tetap dilakukan bersama dengan rekan-rekan dari pemeliharaan PLTA Maninjau.
Setelah modifikasi ini dilakukan Insya Allah PLTA Maninjau tidak lagi mengalami kesulitan waktu Shut-Down karena peralatan yang dibutuhkan sudah berfungsi dengan baik dan Under Speed Relay hasil modifikasi ini tidak pernah mengalami gangguan.
Inovatorhttp://inovasi.pln-kitsbs.co.id/2008/06/11/modifikasi-sistem-kontrol-under-speed-relay-plta-maninjau/
Yusafri Rusli
Sektor Pembangkitan Bukittinggi
Citarum, Urat Nadi PLTA yang
Citarum sudah diketahui sebagai salah satu sungai besar yang mengalir di Jawa Barat. Sungai yang dulunya jernih itu kini tampak kehitaman dengan bau busuk yang menyengat. Penyebabnya, apalagi kalau bukan limbah yang dibuang dari industri dan rumah tangga.
Pembabatan hutan memperparah kondisi sungai itu. Tidak adanya pohon menyebabkan tanah gundul mudah tererosi ke sungai. Akibatnya, tanah yang menjadi lumpur ditambah sampah mempertebal endapan sungai. Padahal, air sungai itulah yang menjadi penggerak turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Terdapat tiga PLTA yang bergantung pada Sungai Citarum, yaitu Cirata, Jatiluhur, dan Saguling. Jika air sungai diibaratkan darah, maka Sungai Citarum dapat disebut urat nadi bagi PLTA.
Namun, kondisi urat nadi itu sudah sangat memprihatinkan dengan darah yang kotor akibat pencemaran. Akibatnya, PLTA pun menjadi "sakit" dan harus lebih sering diobati dengan mengganti komponen- komponen yang rusak. Sebab, air tercemar menyebabkan korosi.
Manajer Lahan dan Waduk serta Humas PT Indonesia Power, Djoni Santoso, mengatakan, pencemaran Sungai Citarum terus terjadi. Pencemaran itu bahkan bisa dikatakan sangat parah. Dampaknya, berbagai komponen pembangkit listrik menjadi lekas rusak.
Baik industri maupun rumah tangga sama-sama memberikan kontribusi terhadap pencemaran Sungai Citarum. Sejak dari Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, air limbah sudah melimpah.
"Apalagi, hutan pun semakin habis. Kalau sedang musim hujan, masih mending sebab tercampur air hujan. Air Citarum sudah tercemar 100 persen," katanya.
Pihak PT Indonesia Power sudah sering mengeluarkan imbauan agar kalangan industri dan masyarakat dapat mengendalikan pencemaran. Pengelola pabrik, misalnya, diminta untuk tidak membuang langsung limbahnya ke sungai, tetapi mengolahnya terlebih dulu.
Begitu pula di berbagai kompleks perumahan yang seharusnya didirikan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). "Buatlah IPAL terlebih dulu sebelum membuang limbah. Ada baiknya perumahan- perumahan dikoordinasi karena lebih mudah. Berbeda dengan kondisi di pelosok," katanya.
Langkah itu perlu dilakukan untuk membuat air sungai bersih. Malaysia pun sudah mampu membuat sungai-sungainya tidak tercemar.
Menurut Djoni, pembersihan Citarum biasanya dilakukan setiap hari dengan backhoe di Batujajar. Di daerah itu terdapat endapan lumpur paling tebal. Sampah dibersihkan dengan cara diangkut. Namun, sejak pekan lalu kegiatan itu dihentikan untuk sementara karena permukaan air sungai terlalu dangkal.
Dia mengatakan, debit air yang masuk ke Saguling pada musim hujan paling deras sebanyak 400 meter kubik per detik. Namun, pada musim kemarau seperti ini hanya 4-5 meter kubik per detik. Menurut Djoni, hujan yang diperkirakan turun setidaknya pada 10 hari pertama bulan Oktober tidak terjadi. Dia berharap hujan akan turun dalam minggu ini.
Pihak PT Indonesia Power juga bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk memeriksa kadar air. Hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah terkait agar diketahui dan ditindaklanjuti.
Mengenai pasokan listrik, Djoni mengatakan, hal itu tidak menjadi masalah. Sebab, air yang tersedia di bendungan mencukupi untuk menggerakkan turbin.
Selain itu, bila terdapat kendala pada pembangkit listrik, Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) akan mengantisipasinya. Kemampuan PLTA lain dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat menutupi masalah.
Beberapa pembangkit listrik tenaga uap seperti di Suralaya dan Paiton juga bisa diberdayakan. Sampai Hari Raya Idul Fitri, kata Djoni, pasokan listrik diperkirakan aman. Nafkah petani
Tidak hanya untuk PLTA, Citarum juga merupakan denyut nadi bagi para petani yang tinggal di sekitar sungai itu.
Suatu siang di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, di sebuah tempat yang disebut saung darurat, Acip (63), petani sayuran, tengah melepas penatnya dari terik matahari. Tempat tersebut terbuat dari batang-batang tumbuhan yang diikat sehingga bisa dipakai untuk berteduh. Sementara itu, isterinya, Mimih (59), baru saja menyelesaikan shalat zuhur.
Tidak ada yang aneh memang. Hanya, tempat itu dipenuhi lalat yang terbang ke sana kemari. Menurut Acip, hal itu disebabkan saung yang mereka gunakan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan pupuk yang terbuat dari kotoran ayam.
Puluhan karung pupuk yang menghabiskan uang sampai Rp 500.000 itu adalah satu-satunya modal yang mereka punyai.
Bibit tanaman kol dia dapatkan dari seorang pemilik modal dengan mekanisme bagi hasil. Adapun Acip yang hanya bermodal pupuk dan tenaga. Namun, pupuk itu pun dia dapatkan dengan cara berutang.
Akan tetapi, keluarnya Surat Edaran Gubernur Nomor 522/1224/Binprod Tahun 2003 mengenai larangan bertanam secara tumpang sari membuat dia harus berhenti dari pekerjaannya selama dua tahun. Dalam dua tahun itulah dia tidak bisa berbuat apa-apa karena usia tidak lagi mengizinkannya untuk mencoba pekerjaan lain.
"Oleh karena itu, saya kembali naik untuk menanam sayur di hutan lindung meskipun pemerintah tidak mengizinkannya," Acip menjelaskan.
Keputusan untuk kembali menanam sayur tidak serta-merta dilakukan dengan cara membabi buta. Dia masih mempertahankan pohon tegakan dan tanaman pokok. Selama dia menanam sayur, belum ada polisi hutan yang datang menegur.
Kalaupun polisi hutan datang, Acip tak akan gentar. Dia bersikeras bahwa apa yang dia lakukan hanyalah mengusahakan pemberian Tuhan tanpa kehilangan iman dan menjadi pencuri kayu. (Dwi Bayu Radius/Didit Putra Erlangga) http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0610/09/Jabar/6595.htm
Perancangan heat recovery steam generation untuk mengkombinasi PLTG dengan PLTU PT Indonesia Power unit Perak [permalink]
SIMPLE | EXTENDED
Pertumbuhan industri yang berkembang dengan pesat setiap tahunnya
menuntut PT. PLN (Persero) melalui anak Perusahaan PT. Indonesia Power agar
dapat menyediakan kebutuhan listrik setiap waktu, karena itu dibutuhkan langkah
yang efisien dalam menambah kapasitas produksi listrik.
Heat Recovery Steam Generator (HRSG) merupakan komponen pengganti
boiler yang bisa mengkombinasi PLTG dan PLTU, dimana gas buang dari turbin
gas yang masih memiliki temperatur tinggi dimanfaatkan untuk mengkonversi air
hingga menjadi uap yang langsung disalurkan menuju turbin uap. Perancangan
HRSG ini ditujukan untuk mengkombinasi PLTU unit Perak kapasitas 50 MW
dengan PLTG kapasitas 100 MW. Semua elemen dalam HRSG menggunakan
pipa schedule 40 dengan panjang 4 m dimana dari hasil perhitungan didapatkan
jumlah pipa yang dibutuhkan. Pada superheater 2 sebanyak 900 pipa, pada
superheater 1 sebanyak 500 pipa, pada evaporator sebanyak 3000 pipa dan pada
economiser 500 pipa. Pressure drop total pada HRSG adalah sebesar 0,12463
Mpa.
Dari hasil perhitungan maka dapat diambil kesimpulan bahwa dengan
mengkombinasi PLTG dengan PLTU maka efisiensi thermal akan meningkat
hingga 52 % dan harga produksi listrik di PT. Indonesia Power bisa menjadi lebih
murah yaitu Rp. 412,7/KWh.
Author
• (24401090) PRATAMA WICAKSANA BUDI A
http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_4500.html
Priok Generation Business Unit
Priok Generation Business Unit at A Glance
Priok Generation Business Unit is one of generation units owned by PT Indonesia Power. Now, 16 generator units are installed which has 1,248 MW installed capacity consist of two units of opened cycle PLTG (gas turbine power plant); six units of PLTD (diesel power plant); two blocks of PLTGU (combined cycle power plant) which one block consists of three units of gas turbine and a unit of PLTU (steam power plant).
In the middle of 1960, in order to fulfill the electricity need particularly in Jakarta and generally in West Java, PLN Explorasi III built PLTU 1 and 2. However, in 1989, taking into account of several factors, PLTU 1 and 2 were not operated anymore.
Due to rapid development in each aspect of life, especially in industry, two units PLTU 3 and 4 were built in 1972. Have been operated for a while, these units are now in reserve shut down condition.
Later on, PLTG John Brown was built. Now it is used by PLTU Suralaya for Black Start unit. Then, two units Westing House PLTG and GE 4, 5, 6, 7 PLTG were built. GE 6 was relocated to PLN of South Sumatera and GE 7 has drawn back to General Electric. GE 4 and 5 were also relocated to PLTGU Pemaron, Bali.
The important thing that we should know about is the existences of the two units of PLTG: PLTG 1 and PLTG 3. Those units can be generated using their own power if blackout occurs. The electricity their produce can be used to generated other units. This capability does support the improvement of Java-Bali Transmission System. Because of its essential function, the two units are not being operated every day.
Other than managing those two PLTG units, Priok Generation Business Unit also manages six units of PLTD Senayan which was operated in 1961. By feeder Vip, PLTD Senayan, Kebayoran, has supplied the need of electricity for MPR (People Consultative Assembly) Building, Senayan Sport Stadium, and the television station TVRI.
On March 25, 1992, PLN joined in international consortium ABB and Marebeni to build two blocks of PLTGU. By using underground cable, the 150 KV electricity is channeled to Plumpang and Ancol main relay stations. The power is also channeled by 150 KV high voltage air transmission to Kemayoran I/II, Plumpang I/II, Pegangsaan I/II. Synchronization to Java-Bali electric system is executed after PLTGU Priok is complete to be operated.
The human resources skill of Priok Generation Business Unit, so far, has been an invaluable asset. Beside possessing professional human resource in their field, the management, by gaining the ISO 9002 Award, is proven to be able to manage the company well.
Priok GBU Power Plant
Power Plant Number of Machine Installed Capacity Total
Senayan Diesel PP 4 2.52 MW 10.08 MW
Senayan Diesel PP 2 3 MW 6 MW
Priok GTPP 2 26 MW 52 MW
Priok CCPP 6 130 MW 780 MW
Priok CCPP 2 200 MW 400 MW
Address
Priok Generation Business Unit
Jl. Laks. Laut R.E. Martadinata, Jakarta 14310, Indonesia
Tel. (62-21) 435-3914 - 435-3919 (hunting), fax. (62-21) 496461, 435917
Sub Unit of Senayan Diesel PP
Jl. Asia Afrika Senayan, Jakarta Selatan 12210
Production Process of Priok Combined Cycle Power Plant
In principle, the Combined Cycle Power Plant (PLTGU) is a combination of Gas Power Plant (PLTG) and Steam Power Plant (PLTU) that uses heat energy that is exhausted from combustion in PLTG process. This energy heats water in Heat Recovery Steam Generator (HRSG) that, in return, produces steam that can revolve the turbine.
The cycle in PLTGU is a closed cycle that consist of gas turbine cycle and steam turbine cycle. Therefore, the heat is optimally utilized.
Now, PLTGU Priok has two block generators, each consists of three units of PLTG and one unit of PLTU. The development of the power plant was started on March 25, 1992 and was inaugurated by president Soeharto on January 18, 1994.
The Process of Gas Power Plant (PLTG)
Natural gas supplied from Arco Station (1) directly channeled to combustion chamber (2) along with air that is supplied from main compressor (4) after having passed along air filter (5). As a result, the combustion occurs in combustion chamber and produces hot steam. The hot steam is directly channeled to gas turbine (3). The residue gas that passed the gas turbine, if it is not reused (open cycle) the residue gas channeled through the valve (8). But if it is reused (closed cycle) it will be reentered through a valve (9) into a Heat Recovery Steam Generator/HRSG (10).
The Process of Steam Power Plant (PLTU)
The water filler inside deaerator (11) will be channeled either to Low Pressure Flow Water/LPFW (13) and High Pressure FW/HPFW (12). The water filler from HPFW will be directed to HRSG after passing pipe/steam channel HP Admission Steam. The water filler is channeled to High Pressure Turbine/HPT (15) that previously flows via main steam valve (14) and later it is flown to low pressure turbine/LPT (16). After that, it is clutched by generator (17) to generate electricity through conductor (18).
The residue steam from LPT will be rechanneled to condenser (19) to be converted to condensed water after being condensed by cooling water/sea water. The condensed water is later pumped by condensate pump (20) to be channeled into Feed Water Tank inside the deaerator.
The water from condensate pump is branched into HP Bypass (21) to regulate high pressure steam valve (22) and LP Bypass (23) to regulate low pressure steam valve (24). The main high pressure steam valve (25) is utilized to regulate the quantity of high pressure steam entering Steam Turbine (HPT). While the quantity of high pressure steam that is used to heat deaerator is regulated by steam valve (26).
Electricity Transmission System
The electricity generated by PLTG generator is 15.75 kV while by PLTU generator is 18 kV. The voltage is later augmented by main transformer to 150 kV. Then , it is interconnected to Java-Bali transmission system.
http://www.indonesiapower.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=154:unit-bisnis-pembangkitan-priok&catid=64:business-unit&Itemid=92
Deperin Tetapkan Penggunaan Komponen Lokal PLTU Batubara 10 Ribu MW
Rabu, 24 Mei 2006 10:14
BERI KOMENTAR
________________________________________
CETAK BERITA INI
________________________________________
KIRIM KE TEMAN
________________________________________
Ikuti Kuis Berhadiah, Revenge Movies
Kapanlagi.com - Departemen Perindustrian (Deperin) menetapkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), untuk mengantisipasi pelaksanaan proyek pembangunan PLTU batubara 10 ribu MW dalam rangka menjamin pasokan listrik di Indonesia.
"Deperin telah melakukan berbagai persiapan dan koordinasi industri serta pihak terkait untuk mengantisipasi pembangunan PLTU batubara tersebut dalam upaya meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri," ujar Menperin Fahmi Idris di Jakarta, Selasa.
Rencana pembangunan PLTU batubara 10 ribu MW itu merupakan hasil kesepakatan pemerintah Indonesia dan Cina dalam kunjungan Wapres M Jusuf Kalla beberapa waktu lalu.
Deperin, kata dia, telah menghitung dan menetapkan untuk PLTU skala sampai dengan 8 MW, TKDN-nya untuk 69%, untuk jasa 96%. Sedangkan untuk PLTU skala 8-25 MW TKDN untuk barang 55% dan jasa 91%.
Untuk PLTU skala 25-100 MW TKDN barang 49% dan jasa 87%. Untuk PLTU skala di atas 100 MW TKDN barangnya 43% dan jasa 72%, sehingga total TKDNnya sebesar 45%.
"Ketentuan itu akan digunakan untuk mendorong EPC (Engineering Procurement and Construction) mengoptimalkan pencapaian TKDN sehingga bisa meningkatkan peran industri mesin peralatan listrik dan meningkatkan utilisasinya," kata Fahmi.
Ia juga mengatakan Deperin akan mendorong pembentukan konsorsium industri yang terkait dengan pembangunan PLTU tersebut.
"Potensi industri boiler, balance of plant (BOP), sipil, konstruksi, dan industri jasa EPC merupakan kekuatan industri nasional yang akan didayagunakan semaksimal mungkin dakam proyek PLTU batubara," katanya.
Sedangkan industri generator dan turbin akan dilakukan kerjasama dengan perusahaan manufaktur dari luar negeri agar bisa dirakit di dalam negeri.
Deperin juga akan melakukan inventarisasi jenis bahan baku dan komponen yang masih diimpor dan diusulkan untuk diberi insentif bea masuk, perpajakan, dan pembiayaan.
"Untuk pembangunan PLTU batubara skala sampai dengan 100 MW akan disiapkan kebijakan yang mewajibkan pembangunan dilakukan EPC nasional. Sedangkan PLTU di atas 100 MW diutamakan kerjasama dengan EPC nasional," katanya. (*/erl)
Apa Dasar Pembangunan PLTU Batu Bara?
Persiapan Pembangunan Perlu 1-2 Tahun
Nengah Sudja
Untuk mengurangi pemakaian BBM pemerintah akan membangun pembangkit batu bara. Dua program total 20.000 MW dirancang berjalan bersamaan, yaitu 10.000 MW dibangun dalam waktu dua tahun oleh pemerintah melalui PT PLN dan 10.000 MW oleh pembangkit listrik swasta.
Berbagai pertanyaan. Apakah program tersebut disusun berlandaskan Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan (PSK), dilengkapi kajian pertimbangan prakiraan pertumbuhan beban (demand) listrik jangka panjang?; perhitungan solusi optimal, least cost perencanaan sistem?; pertimbangan kendala teknis, jadwal/waktu, ekonomi/keuangan, lingkungan hidup?
Sebab, dari prakiraan pertumbuhan beban 7 persen per tahun untuk Jawa-Madura-Bali (Jamali) dan 10 persen untuk Luar Jamali dengan beban puncak Jamali (2006) mencapai 15.000 MW dan Luar Jamali (5.000 MW), untuk dua tahun hanya diperlukan 3.100 MW.
Lalu mengapa ada program pembangunan 10.000 MW sampai 2009? Padahal, Rencana Penyediaan Tenaga Listrik (RPTL) PLN tahun 2004-2009 sudah ada rencana berjalan tambahan pembangkit baru 8.284 MW (untuk Jamali 7.443 MW dan 841 MW di luar Jamali). Apakah program sebesar 20.000 MW ini tidak akan menyebabkan kelebihan pasokan (over supply)?
Apakah rencana pembangunan 20.000 MW sudah didasarkan atas kaidah solusi optimal? Bila ya, apa hasil rincian jenis pembangkitnya, besar satuan dan dayanya, kapan waktu operasinya? Apa kebutuhan 20.000 MW hanya PLTU batu bara, sebagai penanggung beban dasar? Apa tidak diperlukan pembangkit beban puncak? Mengapa di Jamali masih dibangun satuan 300 MW? Di Pacitan dibangun 2 x 300 MW, apa ada kebutuhan daya sebesar itu di daerah ini? Sistem Jamali sudah mengoperasikan satuan 600 MW. Biaya pembangunan 2 x 300 MW pasti lebih mahal dari 1 x 600 MW? Mengapa tidak mulai dibangun satuan yang lebih besar 1.000 MW, misalnya, yang lebih hemat biaya modalnya, tetapi juga akan menghemat lahan, tanah dan lokasi?
Diberitakan, tiga pihak dari China menjamin akan bisa membangun PLTU 8.000 MW dengan biaya 700.000 dollar AS per MW, jauh lebih murah dari biasanya yang 1 juta dollar AS per MW. Apakah pilihan pembangunan PLTU hanya didasarkan atas biaya modal? Selain biaya modal, biaya bahan bakar (efisiensi termal), biaya operasi dan pemeliharaan, ketersediaan (availability) menentukan biaya pembangkitan selama kurun waktu operasinya.
Biaya modal yang murah belum pasti memberikan biaya pembangkitan yang lebih murah. Sepeda motor buatan China, belum tentu memberikan biaya kendaraan per km lebih murah dari sepeda motor Jepang yang mahal pembeliannya. Ketersediaan yang rendah berarti harus menyediakan tambahan cadangan kapasitas untuk tetap dapat memenuhi beban. Ini akan menambah biaya pasokan.
Kendala teknis
Apa betul pembangunan 10.000 MW akan dapat diselesaikan dalam dua tahun ?
Proses pembangunan proyek mencakup: perencanaan, rancang bangun, pembuatan spesifikasi tender, pelelangan, pembangunan pekerjaan sipil, penyerahan/ pemasangan peralatan dan uji coba operasi sebelum proyek dinyatakan siap operasi.
Perencanaan mencakup penelitian lokasi, survei terkait penyelidikan pilihan lokasi, pembuatan peta lokasi, penelitian geologi, tanah, kelautan, meteorologi, untuk pembuatan rancang bangun. Dari rancang bangun disusun pembuatan dokumen tender untuk pelaksanaan pelelangan sebagai dasar pelaksanaan pembangunan proyek. Pelaksanaan pelelangan dilakukan setelah ada kepastian penyediaan dana.
Kegiatan di atas melibatkan berbagai lembaga seperti pemilik proyek, konsultan, lembaga keuangan, pemasok dan pemasangan peralatan (yang banyak jumlahnya dan kalau diserahkan kepada satu pemborong, tetap perlu waktu untuk koordinasi). Lembaga pemerintah pun perlu waktu untuk evaluasi dan pemberian perizinan (di negara industri ada izin lokasi, pembangunan dan operasi).
Persiapan pembangunan perlu minimal waktu 1-2 tahun, sedangkan pembangunannya sendiri perlu 3-4 tahun sampai siap beroperasi. Apakah jadwal waktu kegiatan dan koordinasi pihak-pihak terkait sudah disusun? Untuk menjamin keberhasilan pembangunan dan pengoperasian PLTU selama 30-40 tahun kemudian, perlu alokasi waktu persiapan yang memadai. Karena itu, bagaimana 10.000 MW yang terdiri atas puluhan proyek dapat diselesaikan pada tahun 2009? Dan mengapa harus tahun 2009? Di masa lalu pembangunan 20.000 MW perlu 29 tahun, dari daya terpasang PLN 541,6 MW (1969) menjadi 20.580,8 MW (1998). Selain itu mengapa hanya disebutkan penambahan sistem pembangkitan saja? Bagaimana dengan program sistem transmisi, distribusi dan sambungan sampai ke pelanggan/pemakai? Berapa dana yang diperlukan?
Keterbukaan
Disayangkan, PLN yang mendalami konsep perencanaan ketenagalistrikan, tidak bersikap independen, berani menyampaikan masukan-balik profesional. Sistem birokrasi di negeri ini tidak melindungi silang/perbedaan pendapat dengan atasan. Profesionalisme lalu didominasi dan dipecundangi politisi.
Untuk menguji kelayakan pembangunan 20.000 MW tersebut, disarankan diadakan pembahasan independen. Dialog terbuka perlu diselenggarakan melalui lokakarya yang dihadiri kalangan profesional di bidang ketenagalistrikan, ekonomi/keuangan, pertambangan, lingkungan hidup. Ada cukup banyak ahli yang dapat diundang, dari perguruan tinggi, konsultan, profesi/ kejuruan, lembaga swadaya masyarakat. PLN yang pertama diminta memberikan uraian teknis mengenai kelayakan rencana pembangunan 20.000 MW tersebut.
Dari lokakarya itu akan diperoleh rencana pembangunan sektor ketenagalistrikan yang telah diuji secara profesional dan independen untuk dipertimbangkan sebagai rencana yang lebih mencerminkan kepentingan publik/masyarakat.
Nengah Sudja
Peneliti Masalah Ketenagalistrikan
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0608/07/sorotan/2861382.htm
Sumber Daya Nasional dan Peran Swasta dalam Pembangkit Listrik Thermal
Kebutuhan Listrik Nasional
Dalam rangka mengantisipasi pertumbuhan listrik yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 6.2%, maka sampai dengan tahun 2002/2003 telah dipersiapkan perkiraan perkembangan kebutuhan listrik Nasional sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel-1.
Tabel-1 Prakiraan Kebutuhan Listrik Nasional
PLN Demand Unit 1993/94 1998/99 2002/03
1. Java-Bali System -energy
-Peak Load (GWh)
(MW) 43,400
6,512 78,400
13,373 112,700
18,832
2. Outside Java -energy
-Peak Load (GWh)
(MW) 19,500
3,900 36,900
7,011 58,500
10,530
3. Total Indonesia -energy
-Peak Load (GWh)
(MW) 63,300
10,412 115,300
20,384 171,200
29,362
Untuk memenuhi kerkiraan kebutuhan listrik tersebut telah dibuat Prakiraan Pembangunan Pembangkitan sampai dengan Tahun 2002/2003 seperti dituangkan pada Tabel-2 dan Tabel-3.
Tabel 2
Prakiraan Pembangunan Sarana Pembangkitan Jawa-Bali
Tambahan 97/98 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03
Jawa-Bali
PLTA
PLTP
PLTU b. bara
PLTGU
PLTG 533
165
600
280
0 26
0
0
0
0 0
55
0
0
400 0
0
800
0
0 1360
0
0
0
0 0
0
0
0
0
Total 26 455 800 1.360 0 0
Tabel3
Prakiraan Pembangunan Sarana Pembangkitan di Luar Jawa-Bali
Tambahan
Di luar Jawa Bali 97/98 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03
PLTA
PLTP
PLTU b. bara
PLTGU
PLTG
PLTD 142
2
165
132
340
74 202
0
65
280
100
73 223
18
330
0
140
0 483
0
65
0
60
0 482
0
0
66
65
0 445
0
0
0
155
0
Total 855 720 711 608 603 600
Terlihat peranan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal sangat dominan sebesar 73%. Untuk pembangunan seluruh rencana kapasits terpasang tersebut maka selain PLN, juga telah diminta pada pihak swasata untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan Pembangkit Listrik.
Sumber Daya Nasional
Sumber Daya Energi
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal telah memakai beberapa sumber daya energi yakni :
o Minyak
o Batu Bara
o Panas Bumi
o Gas Alam
Sesuai dengan kebijakan Pemerintah dalam hal Diversifikasi Energi, bahan bakar minyak telah dijadikan komoditi ekspor, dan dengan ketersediaan bahan bakar lain seperti batu bara, gas dan panas bumi yang cukup banyak, maka dalam pembangunan pusat listrik tenaga thermal telah dilaksanakan untuk menggunakan bahan-bahan bakar tersebut.
Sumber Daya Manusia
Dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal diperlukan Sumber Daya Manusia yang mempunyai kemampuan dan pengalaman. Penanganan design dan enjiniring pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal dilakukan oleh tenaga asing dan nasional. Tenaga ahli nasional terdiri dari enjinir-enjinir PLN PPE dan konsultan nasional.
Secara bertahap kemampuan tenaga nasional telah diberi peluang untuk ditingkatkan dengan mengikutsertakan mereka secara aktif di dalam proyek yang pendanaannya berasal dari Pemerintah dalam bentuk APBN dan APLN.
Untuk mencapai kemandirian dalam melaksanakan enjiniring proyek, telah mulai ditetapkan perusahaan konsultan nasional sebagai leading company dengan bantuan perusahaan asing, dengan tenaga ahli luar negeri sebagai penunjang.
Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan memperbesar peranan enjinir nasional untuk semua proyek-proyek thermal sehingga secara bertahap porsi tenaga ahli luar negeri akan berkurang dan akhirnya tenaga ahli nasional menjadi "Lead Engineer". Khusus dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal yang dilaksanalan oleh perusahaan swasta keterlibatan Sumber Daya Manusia Nasional di bidang design dan enjiniring masih sangat kecil. Untuk ini perlu dipikirkan suatu kebijaksanaan untuk melibatkan perusahaan nasional dengan tenaga ahli nasional dalam setiap Proyek Listrik Swasta. Namun di pihak lain, penyediaan tenaga-tenaga enjinir nasional yang cukup dan berkualitas masih sangat terbatas. Perlu langkah-langkah yang pasti untuk peningkatan jumlah dan kualitasnya.
Dalam hal enjiniring bidang manufacturing dan konstruksi dialami pula hal sama.
Pabrik/Manufacturing
Dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal sudah banyak peran serta Pabrikan Nasional yang mempunyai spesialisasi, antara lain pekerjaan Pabrikasi Boiler/Heat Recovery Steam Generator (HRSG), Condenser, Feed Water Heater, Cooling Water Piping, Structural Steel, Ducting, Critical Piping, Coal Silo, Air Heater, Coal Handling, Ash Handing dan lain-lain dan diharapkan dimulai juga dengan Turbin. Dalam surat Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT No. 161/M/BPPT/IV/1994 telah diterbitkan daftar komponenpembangkit tenaga listrik yang sudah dapat dibuat di dalam negeri dan harus diperhatikan oleh PLN.
Data monitoring penggunaan komponen lokal dalam pembanguna proyek-proyek thermal sampai saat ini menunjukkan presentasi yang masih kecil (rata-rata 20%).
Ini berarti untuk masa-masa mendatang penggunaan kemampuan lokal masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan kwantitasnya (enjiniring/manufacturing). Untuk proyek-proyek Pembangkit Listrik Tenaga Thermal yang dikelola oleh perusahaan swasta disarankan juga untuk menggunakan produksi nasional sebesar-besarnya.
Konstruksi
Tenaga nasional telah banyak dipakai dalam pelaksanaan konstruksi dan manajemen proyek-proyek Pembangkit Listrik Tenaga Thermal dan untuk konstruksi sipil diperkirakan sudah mancapai 90%. Dalam bidang mekanikal dan elektrikal masih perlu ditingkatkan karena porsinya diperkirakan masih sekitar di bawah 50%.
Peningkatan ini akan terlaksana bila keterlibatan tenaga nasional secara berkesinambungan pada proyek-proyek thermal dapat direalisir termasuk juga proyek-proyek yang dikelola oleh swasta. Dengan demikian secara bertahap porsi tenaga asing akan berkurang.
Namun pula perlu dipersiapkan penambahan tenaga-tenaga terampil seperti pemasang (erector), pengelas (welder) dan lain-lain. Demikian pula tenaga-tenaga operatornya.
Sumber Dana
Pembanguna proyek-proyek Pembangkit Listrik Tenaga Thermal dibiayai oleh pinjaman-pinjaman luar negeri yang berbentuk pinjaman lunak (soft loan) dan pinjaman tidak lunak (semi commercial loan) serta sebagai akibat cara pendanaan tersebut penggunaan komponen/kandungan lokal menjadi terbatas.
Dengan perubahan bentuk badan ussaha PLN dari Perusahaan Umum menjadi Persero, maka kesempatan bagi PLN untuk melibaatkan peranan modal masyarakat menjadi makin besar dalam bentuk pemilikan saham-saham dalam anak-anak perusahaan yang akan dibentuk. Di samping itu, PLN bersama perusahaan swasta nasional dapat membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thermal. Hal ini akan memudahkan pemakaian dan penggunaan kemampuan nasiional mulai dari enjiniring, manufaacaturing dan konstruksi sebesar-besarnya.
Peran Listrik Swasta
Dalam menyongsong era PJPT II, untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional yang telah direncanakan PLN, pembangunan beberapa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Thermal diberikan kepada pihak perusahaan swasta dengan perjanjian jual beli listrik antara PLN dengan pihak swasta.
Dari sudut pengadaan listrik, keputusan ini sudah tepat sekali, namun perlu diperhatikan keterlibatan Sumber Daya Manusia Nasional dan komponen lokal yang dapat dirasakan masih minim sekali.
Dalam hal ini diperlukan suatu kebijaksanaan sehingga dalam peran yang demikian besar kepada pihak swasta akan diperoleh dampak yang positip terhadap pemanfaatan Sumber Daya Nasional.
Sumber : Kutipan makalah Dirut PLN pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh BPIS dan Koperasi Dharma Profesi, 3 September 1994.
Artikel lain : http://elektroindonesia.com/elektro/no2c.html
Analisis Distribusi Sifat Heat Recovery Steam generator PT. Indonesia Power UBP Priok
Latar Belakang" Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) merupakan aplikasi baru untuk sistem pembangkit listrik di Indonesia. Sistem ini dapat menaikkan efisiensi pembangkit dan total daya pembangkitan." Diantara sekian banyak komponen yang ada, Heat Recovery System Generator (HRSG) merupakan salah satu komponen terpenting karena merupakan penghubung antara sistem PLTG (gas dan PLTU (uap) pada PLTGU." Sebagai dasar untuk mengetahui dan merawat HRSG, kondisi dari sistem perlu diketahui..
Perumusan MasalahMengetahui sistem dan proses yang terjadi pada PLTGU terutama pada HRSG.Memperoleh model HSRG yang cukup mumpuni dengan data lapangan yang ada.Memperoleh data distribusi sifat pada HRSG berdasarkan sistem yang telah disimulasikan pada model.Mengetahui kondisi dari HRSG berdasarkan pemodelan dan simulasi yang telah dilakukan.
Metode Penyelesaian MasalahMelakukan pemodelan fisik terhadap HRSG pada perangkat lunak Gambit 2.1 berdasarkan data-data yang didapat.Melakukan pemodelan dan simulasi terhadap sistem odel HRSG pada perangkat lunak Fluent 6.1Memberikan interpretasi terhadap hasil pemodelan dan simulasi berupa data distribusi sifat yang telah dilakukan.Menarik kesimpulan secara umum berdasarkan hasil interpretasi tiap sifat
HasilSifat-sifat berupa tekanan, kecepatan, dan intensitas turbulensi pada HRSG memiliki kontur yang cukup teratur. Fluktuasi nilai yang signifikan hanya terjadi pada daerah berkas pipa air, terutama di bagian tepi.Kontur temperatur memiliki distribusi yang cukup acak terutama pada bagian masukan sebelum berkas pipa air. Di daerah ini pula muncul fenomena hot spot.
Kata kunci: -
Nama: Tri Octavianto
NIM: 13100101
Tahun pembuatan: 2005
Dosen pembimbing: Dr. Ir. Rachmat K Bachroen ; Ir. Chakimoelmal J. Msc ; Prof.Ir. Wiranto Arismunandar
http://abstraksi-ta.fti.itb.ac.id/?abstraksi=1&details=1&id=159&tahun=2005
Menerangi Wamena dengan Air
by : Wahyu Utomo
JIKA Pulau Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) punya potensi sumber daya alam (SDA) berupa kecepatan angin, dan terik matahari. Kemudian diolah menjadi tenaga listrik. Tak jauh beda dengan Papua. Provinsi paling timur Indonesia ini memiliki SDA begitu potensial yakni air. Air di bumi Cenderawasih ini pun tidak seperti di wilayah lainnya. Air di Papua memiliki debit lebih dari cukup jika dikembangkan menjadi pembangkit listrik.
Tengok apa yang dilakukan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah Papua, Ranting Wamena. Mereka giat memanfaatkan potensi air diubah menjadi pembangkit listrik, meski berkapasitas kecil-kecil.
Di wilayah ini sistem kelistrikan ditopang tiga unit pembangkit yakni Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) Walesi (empat unit, 1.640 kW), PLTM Sinagma (tiga unit, 400 kW), dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Sinagma (dua unit, 970 kW). “Beban puncak Wamena saat ini berkisar kurang lebih 2,60 mega watt (mw) dengan daya mampu total sebesar kurang lebih 2,66 mw,” kata General Manager (GM) PLN Wilayah Papua, Benny MM Marbun di Jakarta, belum lama ini.
Boleh jadi pembangkit berkapasitas kecil apabila digabungkan akan menjadi besar. Mengingat kondisi alam di Papua terkenal dengan kawasan pegunungan dan perbukitan. Wamena selama ini terkenal sebagai daerah penghasil umbi raksasa (umbi Wamena), akan beranjak tidak hanya sebagai penghasil umbi. Juga penghasil energi, seperti PLTM.
Benny menyadari, saat ini untuk kegiatan yang berhubungan dengan pengangkutan bahan bakar minyak (BBM) ke Wamena harus melalui transportasi udara. “Bisa dibayangkan cost yang harus PLN keluarkan. Sudah harga BBM mahal, masih ditambah lagi biaya angkutnya,” katanya.
Karena lokasi geografis yang hanya terjangkau pesawat udara untuk mengangkut BBM dari Jayapura ke Wamena, setiap bulan diperlukan tambahan ongkos angkut 7.600 per liter atau Rp263 juta per bulan.
Secara teknis, kata Benny, keberadaan energi listrik dari sumber energi terbarukan ini diperoleh manfaat antara lain, bertambahnya pasokan tenaga listrik di sistem tempat PLTM dibangun, dan memberikan perbaikan tenaga listrik di ujung-ujung jaringan. Lalu mengurangi atau mengganti pembangkit listrik yang menggunakan BBM. Secara nasional berarti mengurangi beban negara dari subsidi BBM, dan dapat memberikan andil menjaga kerusakan lingkungan.
Pun begitu, terlepas dari pemanfaatan tenaga air, ucap Benny, 97 persen listrik yang dijual PLN itu diproduksi dari pembangkit berbahan bakar solar. “Hanya tiga persen yang diproduksi dari tenaga air. Karena itu, biaya produksi menjadi sangat besar, kurang lebih Rp3.600, harga jual rata-rata Rp700. Walaupun harga jual rendah, dan biaya produksi tinggi PLN tetap komitmen melayani masyarakat sesuai kemampuan mesin PLN.”
Menurut dia, tidak hanya di Wamena, di Papua potensi SDA besar, dan dapat dipergunakan sebagai pembangkit listrik adalah air. Kendati di beberapa daerah seperti Sorong, misalnya terdapat gas, tetapi sejauh ini belum mengembangkan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).
Lantas apa saja komponen utama PLTM? Benny menjelaskan, komponen utamanya; weir (bendung) yang berfungsi membelokkan arah air sungai menuju saluran. Kantong pasir berfungsi mengendapkan partikel pasir yang dibawa air sungai agar tidak masuk ke turbin. Saluran penghantar, berfungsi membawa air menuju kolam penenang, pipa pesat berfungsi membawa air menuju turbin. Turbin berfungsi mengubah energi air menjadi energi mekanik turbin, dan generator berfungsi mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.
Sayangnya, upaya pengembangan, dan eksplorasi SDA menjadi sumber kelistrikan itu belum sepenuhnya dipahami masyarakat setempat yang memang beranjak dari keterbelakangan. ”Saat menunggak, dan tidak mau membayar, listriknya diputus mereka tidak menyesal. Karena terbiasa kegelapan. Bagi PLN tentu menjadi kerugian, karena tunggakan itu tidak juga dibayar.”
http://jurnalnasional.com/?media=KR&cari=eksplorasi&rbrk=&id=73583&pagekr=0&bkr=false&nkr=&pagebn=10&bbn=false&nbn=true
Kamis, 22 Mei 2008 98:06:17
Artikel Iptek
Anak Bangsa Mati di Lumbung Energi
Oleh Yuli Setyo Indartono
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" [UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3)]
Selain pangan, energi merupakan pendukung utama jalannya peradaban. Kemajuan suatu bangsa membutuhkan dukungan ketersediaan energi. Sebagai contoh, Amerika yang dianggap sebagai negara "super power" mengkonsumsi 21,4% energi dunia, sedangkan China, Jepang, dan Indonesia berturut-turut sebesar 15,6%, 4,8%, dan 1,1% energi dunia pada tahun 2006 [BP, 2008]. Kemajuan peradaban dunia menyebabkan kenaikan konsumsi energi dari 6.128 Mtoe di tahun 1972 menjadi 11.435 Mtoe (Juta ton setara minyak) di tahun 2005 [IEA, 2007]. Peningkatan kebutuhan energi di satu sisi dan keterbatasan pasokan energi konvensional di sisi lain, memunculkan isu keamanan energi (energy security) di berbagai negara di dunia.
Dilihat dari ketersediaan dan produksi energi fosil (minyak bumi, batubara, dan gas alam), Indonesia termasuk salah satu lumbung energi dunia. Betapa tidak, pada tahun 2006 kita memproduksi minyak bumi sebesar 1.071.000 barrel minyak per-hari (setara dengan 51,9 Juta ton minyak per-tahun); gas alam sebesar 66,6 Juta ton setara minyak; dan batubara sebesar 119,9 Juta ton setara minyak [BP, 2008]. Sedangkan pada tahun yang sama kita hanya mengkonsumsi bahan bakar fosil sebesar 112 Juta ton setara minyak (minyak bumi, gas, dan batubara berturut-turut sebesar 48,7, 35,6 dan 27,7 Mtoe) [BP, 2008]. Negara kita hanya mengkonsumsi sekitar 47% bahan bakar fosil yang dihasilkan dari bumi Ibu Pertiwi. Lalu bagaimana bisa terjadi antrian minyak tanah, BBM, dan gas di berbagai tempat? Lalu bagaimana bisa meroketnya harga minyak bumi dunia menyebabkan gonjang-ganjing kehidupan bangsa kita?
Indonesia tidak berdaulat penuh atas sumber daya energi yang dimilikinya. Jangan terkecoh dengan angka-angka produksi bahan bakar fosil nasional di atas, karena 48,4% gas dan 76,3% batubara kita dijual ke luar negeri [IEA, 2007]; dan tak ketinggalan pula, 41,3% minyak bumi kita juga diekspor [DESDM, 2006]. Sebagian dari ekspor tersebut diikat dengan kontrak jangka panjang. Maka tidak "aneh" manakala terdengar goncangnya industri lokal akibat ketiadaan pasokan gas alam. Ya, disadari ataupun tidak, "kita" lebih mementingkan keamanan energi bangsa lain dibandingkan dengan bangsa sendiri; meski hal tersebut mungkin muncul akibat pilihan bisnis semata. Hal tersebut diperparah dengan kurangnya diversifikasi sumber energi, kekeliruan managemen, dan watak "Kurawa" dari sebagian oknum yang pada akhirnya menyengsarakan rakyat.
Dari sisi diversifikasi (keanekaragaman) sumber energi, kondisi Indonesia kurang sehat bila dibandingkan dengan komposisi energi dunia: Indonesia masih bertumpu pada minyak bumi (54,4% dari total energi [DESDM, 2005]), sementara kontribusi minyak terhadap total energi dunia sudah turun menjadi 35% [IEA, 2007]. Parahnya, justru neraca energi di sektor minyak bumilah yang kurang menguntungkan; 44,4% minyak bumi yang kita gunakan berasal dari luar negeri; sebuah komposisi yang rentan terhadap gejolak minyak dunia. Di sisi lain, kita justru mengekspor 45,7% minyak bumi yang kita hasilkan ke luar negeri; kemungkinan karena kemampuan kilang minyak kita yang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan BBM dalam negeri (baru sekitar 67% dari kebutuhan BBM dalam negeri).
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan energi nasional dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam peraturan tersebut, pada tahun 2025 konsumsi minyak bumi diharapkan turun menjadi 20%, gas alam naik menjadi 30%, batubara naik menjadi 33%, sedangkan energi baru dan terbarukan naik menjadi 17%. Target capaian energi terbarukan pada Perpres tersebut (yakni 15%) cukup maju dibandingkan dengan negara tetangga seperti Australia yang hanya 6% pada tahun 2029-2030 [Australia's Energy Outlook, 2006], sedangkan India mentargetkan kontribusi tenaga air dan nuklir sebesar 11,8% pada tahun 2031-2032 [WEC, 2006].
Secara umum, keamanan energy (energy security) dapat dipenuhi melalui dua cara, yakni diversifikasi energi (yang telah diatur dalam Perpres No 5 tahun 2006) dan penghematan energi (yang telah diatur di berbagai peraturan: misalnya Instruksi Presiden No 10 tahun 2005 tentang Penghematan Energi yang selanjutnya diatur prosedurnya melalui Keputusan Menteri ESDM No 0031 tahun 2005, kemudian Pasal 25 dari UU No 30 tahun 2007 tentang Energi juga mengatur perihal penghematan energi). Semua sektor penyedia dan pengguna energi perlu melakukan upaya diversifikasi dan penghematan energi guna mencapai keamanan energi nasional.
Transportasi
Sektor transportasi merupakan salah satu sarana vital yang memiliki multiplyer effect ke berbagai sektor lain. Celakanya, sumber energi di sektor ini hampir belum terdiversifikasi sama sekali. 99,96% sumber energi yang digunakan di sektor transportasi adalah BBM [DESDM, 2008]. Praktis, sektor inilah yang biasanya paling terpukul manakala terjadi krisis minyak dunia; dan hal ini bukan sekali ini saja terjadi. Cita-cita luhur Pemerintah untuk meningkatkan penggunaan BBN (Bahan Bakar Nabati) sebagai pengganti BBM masih terseok-seok. Kenyataannya, capaian produksi BBN (biodiesel dan bioethanol) kurang dari 10% dibandingkan dengan target tahunan Tim Nasional BBN. Salah satu kendala seriusnya, Pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap BBN sebagaimana intervensi yang diberikan kepada BBM. Padahal ditinjau dari segi lingkungan hidup, berbagai hasil riset menyatakan bahwa secara keseluruhan BBN lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan BBM (meski ada pihak-pihak yang masih mempersoalkan "kehijauan" BBN). Dan yang jelas, BBN bisa berperan dalam mengurangi ketergantungan impor energi.
Dari data neraca energi nasional, gas alam merupakan sumber energi yang paling siap menggantikan posisi BBM di sektor transportasi. Apalagi mengingat cadangan minyak Indonesia tidaklah besar; terbatas sampai tahun 2022 (versi Blue Print Pengelolaan Energi Nasional) dan 2017 (versi British Petroleum). Pembangunan SPBBG di berbagai wilayah dan kerjasama dengan produsen kendaraan bermotor perlu segera dilakukan guna memuluskan penggunan BBG pada kendaraan bermotor. Bila memungkinkan, re-negosiasi kontrak-kontrak gas dengan asing perlu dilakukan guna mencukupi pasokan energi jangka pendek. Dalam jangka panjang, perlu kebijakan untuk mengalokasikan produksi gas baru guna mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Lebih penting dari itu, pembangunan transportasi massal yang baik adalah hal yang tidak bisa ditawar dan ditunda lagi; baik bagi kota yang sudah terlanjur metropolis, maupun yang sedang beranjak besar. Cukuplah Jakarta yang menjadi pelajaran berharga bagi seluruh kota di tanah air; jangan tunggu menjadi serumit Jakarta untuk membangun transportasi massal yang baik. Jakarta sudah tak punya pilihan lain; data perkembangan jumlah kendaraan dan jalan menunjukkan bahwa tahun 2014 kemacetan total bisa terjadi di seluruh pelosok Jakarta bila tidak dilakukan pembatasan-pembatasan.
Industri
Konsumsi energi final di sektor ini adalah yang tertinggi (dibandingkan dengan sektor transportasi, rumah tangga dan komersial). Kontribusi minyak bumi pada komposisi energi final sektor industri adalah sebesar 35,7%; lainnya disumbang oleh gas alam, batubara, LPG, dan listrik [DESDM, 2008]. Diversifikasi yang sudah berjalan di sektor industri ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan; antara lain dengan meningkatkan penggunaan BBN (Bahan Bakar Nabati) guna lebih jauh menurunkan konsumsi minyak bumi. Selain diversifikasi energi, hal yang tidak kalah penting dilakukan di sektor industri adalah penghematan energi. Data dari Departemen Perindustrian menyatakan bahwa potensi penghematan energi di sektor ini rata-rata adalah sebesar 22% - suatu angka yang signifikan apabila bisa diwujudkan.
Rumah tangga dan Komersial
Dominasi BBM pada komposisi energi final di sektor ini cukup tinggi, yakni sebesar 60,2%. Sisanya disumbang oleh LPG 5,1% dan listrik 34,1% (sebagian kecil menggunakan batubara sebesar 0,5% dan gas alam 0,1%) [DESDM, 2008]. Seperti halnya di sektor yang lain, strategi pengamanan pasokan energi di sektor ini meliputi diversifikasi energi dan penghematan energi. Selain diversifikasi menggunakan gas alam, sumber energi non-fosil yang cocok untuk pemenuhan energi sektor rumah tangga dan komersial adalah sumber energi biomassa (biogas, waste to energy, dsb.). Sektor rumah tangga dan komersial bisa berperan besar dalam penghematan energi melalui penggunaan alat-alat hemat energi dan internalisasi budaya hemat energi sejak kanak-kanak.
Pembangkit energi
Berbeda dengan ke-tiga sektor di atas, pembangkit energi mengkonsumsi energi primer untuk selanjutnya ditransformasikan menjadi energi final (listrik) yang antara lain dikonsumsi oleh sektor industri dan rumah tangga serta komersial. Diversifikasi energi di sektor ini cukup baik. BBM berkontribusi sebesar 26,2% dari pasokan energi primer; batubara mendominasi dengan 40,4%, sedangkan sisanya disumbang oleh tenaga air (13,3%), gas alam (11,2%), panas bumi (8,9%), dan biomassa (0,02%) [DESDM, 2006]. Maksimalisasi gas alam, tenaga panas bumi, dan biomassa (BBN dan limbah/sampah organik) akan semakin menurunkan peran BBM dalam pembangkitan listrik.
Peningkatan efisiensi pada pembangkit listrik bisa dilakukan, salah satunya melalui penerapan siklus kombinasi (combined cycle) antara PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dan PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas). Pemanfaatan gas buang dari PLTG yang masih memiliki temperatur tinggi untuk menguapkan air di siklus PLTU akan menghasilkan efisiensi siklus gabungan yang sangat tinggi. Opsi lain untuk maksimalisasi energi PLTG adalah melaui kombinasi dengan siklus refrigerasi absorbsi. Teknik semacam ini telah diterapkan di Shinjuku Jepang; dari satu sumber energi (gas alam) dihasilkanlah listrik, air panas, dan air dingin untuk refrigerasi (pendingin dan pengkondisian udara).
Subsidi BBM
Impor BBM sebesar 44,4% merupakan indikator ketidakmandirian bangsa kita dalam pemenuhan kebutuhan BBM. Bila kita cermati, eksplorasi minyak bumi Ibu Pertiwi sebagian dilakukan oleh perusahaan asing. Pemerintah tidak punya kendali penuh atas BBM. Akibatnya adalah tingginya sensitivitas anggaran subsidi BBM setiap kali terjadi kenaikan harga minyak dunia. Subsidi merupakan selisih antara harga jual BBM internasional dengan harga jual dalam negeri. Pemerintah selalu mengedepankan beban subsidi yang harus ditanggung APBN; sementara di sisi lain, keuntungan (gain) yang didapatkan Pemerintah dari ekspor BBM (yang jumlahnya setara dengan impor) jarang dikemukakan kepada masyarakat. Mungkin Pemerintah beralasan bahwa keuntungan tersebut masuk dalam pos anggaran penerimaan negara yang selanjutnya, toh, juga dipergunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Namun, tetap saja, hal tersebut menyisakan ruang "remang-remang" yang menimbulkan berbagai spekulasi yang pada gilirannya justru kontra-produktif terhadap Pemerintah. Masyarakat memerlukan transparansi yang kemudian dikomunikasikan. Kekurangan semacam ini pula yang membuat program sebaik peralihan minyak tanah ke gas (LPG) terkendala.
Energi baru dan terbarukan
Energi baru dan terbarukan memikul beban yang sangat berat di masa mendatang. Berdasarkan Perpres No 5 tahun 2006, kontribusi minyak bumi adalah sebesar 20%. Padahal dari dokumen resmi Pemerintah (Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025) dapat dihitung bahwa ketersediaan minyak bumi Indonesia hanya sampai tahun 2022 (British Petroleum bahkan memprediksi hanya sampai 2017) -bila tanpa penemuan sumber-sumber terbukti (proved reserves) yang baru. Artinya, pada tahun 2025, Republik Indonesia bisa mengimpor seluruh BBM yang kontribusinya sebesar 20% dari total energi nasional tersebut. Karena beban untuk batubara dan gas alam juga meningkat (apalagi sebagian telah dikontrak untuk ekspor), maka pilihan jatuh pada energi baru dan terbarukan. Ini berarti beban energi baru dan terbarukan di tahun 2025 adalah sebesar 37%; bila kita memilih untuk tidak mengimpor minyak bumi.
Berdasarkan Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, energi baru dan terbarukan yang bisa dikembangkan di tanah air meliputi panas bumi, tenaga air, biomassa, surya, angin, dan nuklir. Bila kita bisa menggunakan 75% potensi energi terbarukan (panas bumi, tenaga air, biomassa, dan angin) ditambah dengan penggunaan photovoltaic pada 0,1% luas daratan Indonesia dengan efisiensi 20%, maka energi terbarukan tersebut bisa menyumbang hingga 39,5% dari kebutuhan energi nasional pada tahun 2025. Batubara dan gas alam masih memiliki peranan penting dalam pemenuhan energi nasional.
Bagaimana dengan energi nuklir? Berdasarkan Blue Print Pengelolaan Energi Nasional, energi nuklir diharapkan mampu berkontribusi sebesar 2% dari total kebutuhan energi nasional pada tahun 2025. Bila dibandingkan dengan peta jalan (roadmap) energi nuklir sebagaimana tercantum dalam Blue Print Pengelolaan Energi Nasional, realisasi teknologi nuklir cukup terlambat. Kenyataan menunjukkan masih adanya resistensi masyarakat yang daerahnya akan dijadikan lokasi PLTN. Perlu dilakukan dialog yang lebih intensif dengan para pemangku kepentingan disertai dengan kajian komprehensif tentang dampak lingkungan (utamanya masalah pengelolaan limbah nuklir) dan faktor keamanan PLTN. Disamping itu, realisasi teknologi nuklir harus pula mengkaji pemenuhan kebutuhan uranium. Idealnya, jangan sampai menciptakan ketergantungan sumber energi (uranium) dari luar negeri.
Energi dan Perubahan Iklim
Telah umum diketahui bahwasanya CO2 merupakan GRK (Gas Rumah Kaca) utama yang memerangkap panas di lapisan atmosfer bawah (troposfer) dan selanjutnya menghangatkan permukaan bumi. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) dalam laporannya (assessment report) yang ke-4 melaporkan bahwa konsentrasi CO2 di atmosfer telah mencapai 379 ppm; melebihi rentang normal antara 180-300 ppm yang bertahan selama 650.000 tahun terakhir. Akibatnya, dari hasil pencatatan diketahui bahwa rata-rata temperatur bumi telah mengalami peningkatan sebesar 0,79oC dibandingkan dengan masa sebelum revolusi industri. Pemanasan global telah terjadi dan kait-mengkait dengan perubahan perilaku cuaca dan iklim bumi. Pencairan es di wilayah Kutub Utara dan sekitarnya (termasuk Greenland) menjadi bukti telah terjadinya pemanasan global.
Sektor energi memegang peran dominan dalam masalah pemanasan global, karena 56,6% emisi CO2 dunia dihasilkan dari sektor energi [IPCC, 2007]. Dari sektor energi, kontribusi Indonesia terhadap emisi CO2 dunia sekitar 1,26%; jauh dibawah Amerika yang berkontribusi sebesar 21,4% [IEA, 2007]. Di sisi lain, sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km [KLH, 2007], Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rentan terhadap dampak pemanasan global dan perubahan iklim. Bakosurtanal mencatat kenaikan permukaan air laut di beberapa wilayah di tanah air sebesar 8 mm per-tahun [KLH, 2007]; melebihi rata-rata dunia yang mencapai 1,8 mm per-tahun [IPCC, 2007]. Perubahan intensitas hujan dan panjang musim hujan serta kemarau ditengarai berbagai pihak sebagai dampak nyata telah terjadinya perubahan iklim di tanah air. Oleh karena itu, Indonesia sangat berkepentingan dengan upaya kolektif masyarakat internasional dalam mencegah perubahan iklim yang lebih tidak bersahabat. Di sektor energi, penerapan sumber energi yang ramah lingkungan seperti tenaga air, panas bumi, surya, angin, dan biomassa serta penghematan energi akan mampu menekan laju emisi CO2.
Jalan ke depan
Bila Pemerintah tetap bertekad mengurangi subsidi BBM, momen ini harus digunakan seoptimal mungkin untuk menjamin keamanan energi di masa mendatang. Masa lalu tidak bisa kita ubah. Kontrak ekspor sumber daya energi Ibu Pertiwi kepada bangsa asing adalah kenyataan masa kini akibat kebijakan masa lalu. Pengelolaan sumber daya alam nasional oleh perusahaan asing juga merupakan kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri. Kita harus tetap bisa bermain, meski dalam ruang yang lebih sempit, demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengamankan pasokan energi nasional adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah perlu melakukan re-negosiasi kontrak-kontrak ekspor sumber daya energi dengan pihak asing. Keamanan energi nasional perlu mendapatkan prioritas di atas keamanan energi bangsa lain. Untuk masa mendatang Pemerintah perlu berhitung benar agar hasil dari eksplorasi-eksplorasi sumber energi mendukung keamanan energi nasional.
2. Seluruh komponen bangsa harus melakukan usaha penghematan energi yang sungguh-sungguh. Tegakah kita melihat anak cucu kita bergelut dengan kekurangan energi sementara saat ini kita berkecukupan? Jangan sampai mereka kelak menyalahkan kita atas prahara energi yang kemungkinan menimpa mereka.
3. Penghematan subsidi BBM harus dialokasikan untuk aplikasi teknologi energi baru dan terbarukan yang sudah siap. Selain itu, riset dan pengembangan teknologi energi baru dan terbarukan yang belum matang (mature) perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematik. Hal ini memerlukan kebijakan yang jelas-kuat-terkoordinasi yang disertai monitoring dan audit secara periodik untuk menilai ketercapaian program. Selain berperan dalam pengamanan stok energi nasional, pengembangan energi terbarukan perlu mendapatkan dukungan karena berkontribusi dalam menekan laju emisi CO2.
4. Pengembangan BBN (Bahan Bakar Nabati) perlu diarahkan agar menggunakan tanaman non-pangan (non-edible). Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari benturan antara penyediaan BBN dengan upaya penyediaan pangan. Tanaman jarak pagar (Jatropha Curcas) merupakan salah satu jenis yang ideal untuk diproses menjadi biodiesel (FAME: Fatty Acid Methyl Ester) karena jarak pagar tidak memiliki karakteristik sebagai tanaman pangan (spesies Jatropha Curcas yang ada di Indonesia umumnya beracun [ICECRD, 2007]). Lebih jauh lagi, budidaya bahan baku BBN sebaiknya dilakukan di lahan non-pangan. Data dari Rencana Aksi Nasional Menghadapi Perubahan Iklim [KLH, 2007] menyebut adanya kawasan hutan terdegradasi seluas 53,9 juta hektar. Ideal apabila sebagian kawasan tersebut bisa dihijaukan dengan tanaman bahan baku BBN.
5. Pemerintah dan seluruh komponen bangsa harus berusaha keras untuk secara bertahap mengelola sumber daya alamnya secara mandiri. Meski kerjasama dengan luar negeri tidak bisa dinafikan dalam ruang global seperti saat ini, dominasi perusahaan nasional harus semakin tercermin dalam prosentase pengelolaan sumber daya alam. Dengan cara demikianlah kita bisa memenuhi amanat para Pendiri Bangsa: bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.
100 tahun peringatan Hari Kebangkitan Nasional hendaknya menjadi momen Kebangkitan Energi Nasional. Jangan terjadi; anak bangsa mati di lumbung energi.
* Anggota Kelompok Keahlian Konversi Energi, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, ITB. Anggota Delegasi RI dalam United Nations Conference on Climate Change, Bali 2007. Ketua Divisi Teknologi Energi INDENI (Indonesia Energy Information Center) www.indeni.org
Nomenklatur:
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BBM : Bahan Bakar Minyak
BBN : Bahan Bakar Nabati
BP : British Petroleum
DESDM : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
ICECRD : Indonesian Center for Estate Crops Research and Development
IEA : Inernational Energy Agency
IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change
KLH : Kementerian Lingkungan Hidup RI
LPG : Liquefied Petroleum Gas
PLTU : Pembangkit Listrik Tenaga Uap
PLTG : Pembangkit Listrik Tenaga Gas
PLTN : Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
SPBBG : Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas
WEC : World Energy Council
http://beritaiptek.com/pilihberita.php?id=396
Selasa, 06 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut